00.07 | Posted in
Secara fitrah, menikah akan memberikan ketenangan (ithmi’nân/thuma’nînah)bagi setiap manusia, asalkan pernikahannya dilakukan sesuai dengan aturanAllah Swt., Zat Yang mencurahkan cinta dan kasih-sayang kepada manusia.Hampir setiap Mukmin mempunyai harapan yang sama tentang keluarganya, yaituingin bahagia; sakînah mawaddah warahmah. Namun, sebagian orang menganggap bahwa menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah serta langgeng adalah hal yang tidak gampang.
Fakta-fakta buruk kehidupan rumah tangga yang terjadi di masyarakat seolah makin mengokohkan asumsi sulitnya menjalani kehidupan rumah tangga. Bahkan, tidak jarang, sebagian orang menjadi enggan menikah atau menunda-nunda pernikahannya.Menikahlah, Karena Itu Ibadah Sesungguhnya menikah itu bukanlah sesuatu yang menakutkan, hanya memerlukan perhitungan cermat dan persiapan matang saja, agar tidak menimbulkan penyesalan.
Sebagai risalah yang syâmil (menyeluruh) dan kâmil (sempurna),Islam telah memberikan tuntunan tentang tujuan pernikahan yang harus dipahami oleh kaum Muslim. Tujuannya adalah agar pernikahan itu berkah danbernilai ibadah serta benar-benar memberikan ketenangan bagi suami-istri.Dengan itu akan terwujud keluarga yang bahagia dan langgeng. Hal ini bisa diraih jika pernikahan itu dibangun atas dasar pemahaman Islam yang benar.Menikah hendaknya diniatkan untuk mengikuti sunnah Rasullullah saw.,melanjutkan keturunan, dan menjaga kehormatan. Menikah juga hendaknya ditujukan sebagai sarana dakwah, meneguhkan iman, dan menjaga kehormatan.Pernikahan merupakan sarana dakwah suami terhadap istri atau sebaliknya,juga dakwah terhadap keluarga keduanya, karena pernikahan berarti pulamempertautkan hubungan dua keluarga. Dengan begitu, jaringan persaudaraan dan kekerabatan pun semakin luas. Ini berarti, sarana dakwah juga bertambah.
Pada skala yang lebih luas, pernikahan islami yang sukses tentuakan menjadi pilar penopang dan pengokoh perjuangan dakwah Islam, sekaligus tempat bersemainya kader-kader perjuangan dakwah masa depan.Inilah tujuan pernikahan yang seharusnya menjadi pijakan setiap Muslim saat akan menikah. Karena itu, siapa pun yang akan menikah hendaknya betul-betul mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk meraih tujuan pernikahan seperti yang telah digariskan Islam. Setidaknya, setiap Muslim, laki-laki dan perempuan, harus memahami konsep-konsep pernikahan islami seperti: aturan Islam tentang posisi dan peran suami dan istri dalam keluarga, hak dan kewajiban suami-istri, serta kewajiban orangtua dan hak-hak anak; hukum seputar kehamilan, nasab, penyusuan, pengasuhan anak, serta pendidikan anak dalam Islam; ketentuan Islam tentang peran Muslimah sebagai istri, ibu, dan manajer rumah tangga, juga perannya sebagai bagian dari umat Islam secara keseluruhan, serta bagaimana jika kewajiban-kewajiban itu berbenturan pada saat yang sama; hukum seputar nafkah, waris, talak (cerai), rujuk, gugat cerai, hubungan dengan orangtua dan mertua, dan sebagainya. Semua itu membutuhkan penguasaan hukum-hukum Islam secara menyeluruh oleh pasangan yang akan menikah. Artinya, menikah itu harus didasarkan pada ilmu.
Jadilah Sahabat yang Menyenangkan Pernikahan pada dasarnya merupakan akad antara laki-laki dan perempuan untuk membangun rumahtangga sebagai suami-istri sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Sesungguhnya kehidupan rumah tangga dalam Islam adalah kehidupan persahabatan. Suami adalah sahabat karib bagi istrinya, begitupula sebaliknya. Keduanya benar-benar seperti dua sahabat karib yang siap berbagi suka dan duka bersama dalam menjalani kehidupan pernikahan merekademi meraih tujuan yang diridhai Allah Swt.
Istri bukanlah sekadar partnerkerja bagi suami, apalagi bawahan atau pegawai yang bekerja pada suami.Istri adalah sahabat, belahan jiwa, dan tempat curahan hati suaminya.Islam telah menjadikan istri sebagai tempat yang penuh ketenteraman bagisuaminya.
Allah Swt. berfirman:Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya. (QS ar-Rum [30]: 21).Maka dari itu, sudah selayaknya suami akan merasa tenteram dan damai jikaada di sisi istrinya, demikian pula sebaliknya. Suami akan selalu cenderung dan ingin berdekatan dengan istrinya. Di sisi istrinya, suami akan selalumendapat semangat baru untuk terus menapaki jalan dakwah, demikian pula sebaliknya. Keduanya akan saling tertarik dan cenderung kepada pasangannya,bukan saling menjauh. Keduanya akan saling menasihati, bukan mencela;saling menguatkan, bukan melemahkan; saling membantu, bukan bersaing.Keduanya pun selalu siap berproses bersama meningkatkan kualitas ketakwaannya demi meraih kemulian di sisi-Nya.
Mereka berdua berharap,Allah Swt. berkenan mengumpulkan keduanya di surga kelak. Ini berarti,tabiat asli kehidupan rumah tangga dalam Islam adalah ithmi’nân/tuma’ninah(ketenangan dan ketentraman). Walhasil, kehidupan pernikahan yang ideal adalah terjalinnya kehidupan persahabatan antara suami dan istri yang mampumemberikan ketenangan dan ketenteraman bagi keduanya.Untuk menjamin teraihnya ketengan dan ketenteraman tersebut, Islam telah menetapkan serangkaian aturan tentang hak dan kewajiban suami-istri. Jikaseluruh hak dan kewajiban itu dijalankan secara benar, terwujudnya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah adalah suatu keniscayaan.Bersabar atas Kekurangan PasanganKerap terjadi, kenyataan hidup tidak seindah harapan. Begitu pula dengan kehidupan rumah tangga, tidak selamanya berlangsung tenang. Adakalanya kehidupan suami-istri itu dihadapkan pada berbagai problem baik kecilataupun besar, yang bisa mengusik ketenangan keluarga. Penyebabnya sangatberagam; bisa karena kurangnya komunikasi antara suami-istri, suami kurang makruf terhadap istri, atau suami kurang perhatian kepada istri dananak-anak; istri yang kurang pandai dan kurang kreatif menjalankan fungsinya sebagai istri, ibu, dan manajer rumahtangga; karena adanya kesalah pahaman dengan mertua; atau suami yang ‘kurang serius’ atau ‘kurangulet’ mencari nafkah. Penyebab lainnya adalah karena tingkat pemahaman agama yang tidak seimbang antara suami-istri; tidak jarang pula karena dipicu oleh suami atau istri yang selingkuh, dan lain-lain.
Sesungguhnya Islam tidak menafikan adanya kemungkinan terusiknya ketenteraman dalam kehidupan rumah tangga. Sebab, secara alami, setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti dihadapkan pada berbagai persoalan.Hanya saja, seorang Muslim yang kokoh imannya akan senantiasa yakin bahwa Islam pasti mampu memecahkan semua problem kehidupannya. Oleh karena itu,dia akan senantiasa siap menghadapi problem tersebut, dengan menyempurnakan ikhtiar untuk mencari solusinya dari Islam, seiring dengan doa-doanya kepada Allah Swt. Sembari berharap, Allah memudahkan penyelesaian segala urusannya.Keluarga yang sakinah mawaddah warahmah bukan berarti tidak pernahmenghadapi masalah. Yang dimaksud adalah keluarga yang dibangun atas landasan Islam, dengan suami-istri sama-sama menyadari bahwa mereka menikah adalah untuk ibadah dan untuk menjadi pilar yang mengokohkan
perjuanganIslam.
Mereka siap menghadapi masalah apapun yang menimpa rumahtanggamereka. Sebab, mereka tahu jalan keluar apa yang harus ditempuh denganbimbingan Islam.Islam telah mengajarkan bahwa manusia bukanlah malaikat yang selalu taatkepada Allah, tidak pula ma’shûm (terpelihara dari berbuat maksiat) sepertihalnya para nabi dan para rasul. Manusia adalah hamba Al
lah yang memilikipeluang untuk melakukan kesalahan dan menjadi tempat berkumpulnya banyakkekurangan. Pasangan kita (suami atau istri) pun demikian, memiliki banyakkekurangan. Karena itu, kadangkala apa yang dilakukan dan ditampakkan olehpasangan kita tidak seperti gambaran ideal yang kita harapkan. Dalamkondisi demikian, maka sikap yang harus dia
mbil adalah bersabar!Sabar adalah salah satu penampakan akhlak yang mulia, yaitu wujud ketaatanhamba terhadap perintah dan larangan Allah Swt. Sabar adalah bagian hukumsy
ariat yang diperintahkan oleh Islam. (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 153; QSaz-Zumar [39]: 10).Makna kesabaran yang dimaksudkan adalah kesabaran seorang Mukmin dalamrangka ketaatan kepada Allah; dalam menjalankan seluruh perintah-Nya; dalamupaya menjauhi seluruh larangan-Nya; serta dalam menghadapi ujian dancobaan, termasuk pula saat kita dihadapkan pada ‘kekurangan’ pasangan(suami atau istri) kita.Namun demikian, kesabaran dalam menghadapi ‘kekurangan’ pasangan kita harus dicermati dulu faktanya. Pertama: Jika kekurangan itu berkaitan dengan kemaksiatan yang mengindikasikan adanya pelalaian terhadap kewajiban atau justru me
langgar larangan Allah Swt. Dalam hal ini, wujud kesabaran kita adalah dengan menasihatinya secara makruf serta mengingatkannya untuk tidak melalaikan kewajibannya dan agar segera meninggalkan larangan-Nya. Contoh pada suami: suami tidak berlaku makruf kepada istrinya, tidak menghargai istrinya, bukannya memuji tetapi justru suka mencela, tidak menafkahi
istri dan anak-anaknya, enggan melaksanakan shalat fardhu, enggan menuntut ilmu, atau malas-malasan dalam berdakwah. Contoh pada istri: istri tidak taat pada suami, melalaikan pengasuhan anaknya, melalaikan tugasnya sebagai manajer rumahtangga (rabb al-bayt), sibuk berkarier, atau mengabaikan upaya menuntut ilmu dan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Sabar dalam hal ini tidak cukup dengan berdiam diri saja atau nrimo dengan apa yang dilakukan oleh
pasangan kita, tetapi harus ada upaya maksimal menasihatinya dan mendakwahinya.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan, kita senantiasa mendoakan pasangan kita kepada Allah Swt.Kedua: Jika kekurangan itu berkaitan dengan hal-hal yang mubah maka hendakny
a dikomunikasikan secara makruf di antara suami-istri. Contoh: suami tidak terlalu romantis bahkan cenderung cuwek; miskin akan pujian terhadap istri, padahal sang istri mengharapkan itu; istri kurang pandai menata rumah, walaupun sudah berusaha maksimal tetapi tetap saja kurang estetikanya, sementara sang suami adalah orang yang apik dan rapi; istri kurang bisa memasak walaupun dia sudah berupaya maksimal menghasilkan yang terbaik; suami “cara bicaranya” kurang lembut dan cenderung bernada instruksi sehingga kerap menyinggung perasaan istri; istri tidak bisa berdandan untuk suami, model rambutnya kurang bagus, hasil cucian dan setrikaannya kurang rapi; dan sebagainya. Dalam hal ini kita dituntut bersaba
r untuk mengkomunikasikannya, memberikan masukan, serta mencari jalan keluar bersama pasangan kita. Jika upaya sudah maksimal tetapi belum juga ada perubahan, maka terimalah itu dengan lapang dada seraya terus mendoakannya kepada Allah Swt. (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 19).
Rasulullah saw. bersabda:Janganlah seorang suami membenci istrinya. Jika dia tidak menyukai satuperangainya maka dia akan menyenangi perangainya yang lain. (HR Muslim).Inilah
tuntunan Islam yang harus dipahami oleh setiap Mukmin yang inginrumahtangganya diliputi dengan kebahagiaan, cinta kasih, ketenteraman, danlanggeng.

Category:
��

Comments

0 responses to "Menjadi sahabat yg menyenangkan"