01.02 | Posted in
Muslim yang terbaik adalah yang dapat mencapai tingkatan Ihsan (muhsin).
Seorang yang sampai pada tingkatan seolah-olah melihat Allah atau paling tidak seorang yang yakin bahwa segala perbuatannya dilihat Allah maka tentu akan terdorong melakukan perintahNya dan menjauhi laranganNya
Inilah sesungguhnya bentuk ketaqwaan kepada Allah yang menentukan tingkat/ukuran kemuliaan seorang muslim dihadapan Allah.
Sesuai firman Allah, “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa” (QS. Al-Hujurat: 13).
Tingkatan utama yakni “Seolah-olah melihat Allah” bersifat aktif artinya dengan karunia Allah kita “melakukannya”/”merasakannya” sedangkan tingkatan dibawahnya adalah “Segala perbuatan dilihat Allah” bersifat pasif.
“Seolah-olah melihat Allah”, tentu tidak boleh diartikan secara harfiah atau secara fisik atau tersurat. Namun pahami secara hakekat adalah dengan menelisik apa yang tersembunyi / tersirat, mencari makna spiritual (thariq al bathin), guna mensucikan bathin (thathhir al bathin).
Sesungguhnya manusia tidak akan mampu “melihat” Allah ketika di dunia.
Peristiwa ini diabadikan dalam surat Al A’raf (7) ayat 143,
Dan tatkala Musa tiba di miqat lalu berkata, ‘Tuhanku, tampakkanlah diri-Mu supaya aku bisa melihat-Mu.’ Maka Tuhan pun berkata, ‘Kamu tidak akan bisa melihat-Ku , tetapi pandang saja gunung di seberangmu, bila dia tetap di tempatnya, maka kamu akan melihat-Ku’. Maka ketika Tuhannya menampakkan cahaya-Nya ber-tajalli kepada gunung, jadilah gunung itu hancur lebur. Maka Musa tersungkur pingsan. Dan setelah siuman dia berkata, ‘Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku akan menjadi orang mukmin pertama’.”
Kisah ini tercantum juga dalam kitab Qishashul Anbiya’ karangan Ibnu Katsir yang mencoba menjelaskan bahwa Nabi Musa a.s. adalah Kalimullah, orang yang mampu berbicara langsung dengan Allah. Namun dia hanya mendengar suara Allah dari balik hijab. Ketika dia meminta hijab itu disingkapkan, Allah tidak menuruti, tetapi Ia memberikan pelajaran telak kepada hamba-Nya sehingga pingsan dan sadar kelemahan diri. Manusia memang tidak akan sanggup melihat Allah. Jangankan cahaya Allah, memandang matahari pun mata manusia akan terbakar.
Tetapi kelak di akhirat, melihat Allah merupakan puncak kenikmatan ahli surga. Lebih mulia dari kenikmatan istana, kebun, buah-buahan, dan bidadari surgawi.
Ketika para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, akankah kita kelak bisa memandang Allah?” Beliau menjawab, “Kalian akan memandang-Nya sebagaimana kalian memandang bulan purnama raya. Dan setelah itu para ahli surga tidak mau lagi memalingkan wajah mereka dari memandang Allah.”
Subhanallah.
Sebagian umat muslim memahami ihsan itu khususnya pada ketika ibadah saja, seperti ketika sholat.
Maka setiap melakukan ibadah khususnya pada waktu sholat, bila tidak disertai perasaan, “seperti sungguh-sungguh” melihat Tuhan, maka ibadah itu tidak tergolong dalam katagori ibadah yang ihsan (baik). Allah SWT. berfirman :
Sesungguhnya sembahyang (Sholat) itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu yaitu mereka yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 45).
Sebagian umat muslim lainnya memahami ihsan ibaratnya “melihat” dengan “mata hati”.
Sebagian umat muslim lainnya memahami ihsan ibaratnya “merasakan” “kedekatannya” dengan Allah disetiap saat kehidupan.
Sungguh Allah itu dekat, sesuai dengan firman Allah yang artinya
Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat” (QS Al-Waqi’ah: 85).
Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf: 16)
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka itu beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran >( Al Baqarah: 186).
Selalu berada dalam kebenaran bisa diartikan selalu merasakan “bersama” Allah dalam menjalani kehidupan di dunia.
Kedekatan kita dengan Allah terhalang/terhijab dengan dosa. Untuk itulah langkah pertama agar kita lebih dekat dengan Allah adalah bertaubat, salah satunya dengan berzikir
Astaghfirullah.
“Ampunilah hambamu ini ya Allah”.
Firman Allah yang artinya
dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (Al Hud : 3)
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (Al Hujurat : 12) .
Istighfar diikuti dengan taubat, penyesalan atas dosa dan sekuat tenaga dan sepenuh kesadaran untuk tidak mengulangi lagi.
Kemudian perbaharuilah selalu kesaksian dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Asyhadu anlaailaaha illallah Wa-asyhadu anna Muhammadar-rasulullah
Syahadat berarti bersaksi dan meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Membaca dua kaliamat Syahadat merupakan cara untuk mengislamkan kembali atau untuk mengembalikan iman seorang muslim yang telah murtad, karena melakukan perbuatan syirik kepada Allah atau lainnya baik disengaja ataupun tidak disengaja.
Seorang yang kafir bila beramal shaleh maka tidak akan diterima dan bila berdoa maka akan terhijab ( tertutup ). Semua amal dan doa mereka sia-sia dan ditolak oleh Allah, kecuali jika mereka beriman dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat.
Dan doa ( ibadah ) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka ” ( Arra’d : 14 ).
Selanjutnya biasakan Zikir Hauqolah agar kita didekatkan dengan Allah atas pertolonganNya.
Laahaulaa walaaquw-wata il-laabillahil ‘aliy-yil ‘adziim.
Tiada daya upaya dan kekuatan selain atas izin/pertolongan Allah
Yakinlah bahwa kita sebagai manusia adalah “lemah” dan upaya kita mendekatkan diri kepada Allah semata-mata atas karunia / izin Allah.
Tentang karunia Allah. Allah telah berfiman yang artinya,
Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar” ( Al-Jumu’ah : 4)
Bershalawat kepada Nabi Muhammad adalah salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
“Allahumma sholli alaa Muhammad wa alaa ali Muhammad“
Membaca shalawat atas Nabi merupakan perintah Allah dan anjuran dari Nabi Muhammad.
Firman Allah yang artinya ” Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya ” ( Al Ahzab:56 ) ]
Membaca shalawat merupakan salah satu kunci diterimanya doa, karena tanpa diawali dengan shalawat maka doa tidak diterima oleh Allah.
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan “ ( Al Maidah:35 ).
Selanjutnya adalah upaya yang sering dilakukan oleh muslim agar terjaga dekat dengan Allah yakni dengan berdoa sebelum melakukan perbuatan/kegiatan atau minimal dengan membaca basmalah.
Bismillahirohmanirohim
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang”
Dalam Hadits Rasulullah saw bersabda, “Setiap pekerjaan yang baik, jika tidak dimulai dengan “Bismillah” (menyebut nama Allah) maka (pekerjaan tersebut) akan terputus (dari keberkahan Allah)”.
Sebagaimana dalam kehidupan kita ,secara naluri jika ingin keberhasilan perbuatan atau permohonan biasanya kita menyebut nama orang yang berkuasa.
Misalnya,
-Zaman orde baru, tingkat keberasilan menjadi besar, jika kita menyebut (mengenalkan/mereferensi) nama pa Harto yang berkuasa kala itu.
-Memberikan perintah kepada bawahan atau ajakan kepada sesama staff akan “lebih segera” dilaksanakan/diikuti jika menyebut nama yang lebih berkuasa seperti nama direktur atau manajer sebagai sumber perintah atau bentuk izin.
Begitu pula dalam mengarungi kehidupan kita di dunia, sebelum melakukan perbuatan/tindakan upayakan selalu diawali menyebut nama Allah, mengingat Allah. Sehingga Allah yang Maha Kuasa akan mengizinkan dan menolong perbuatan/tindakan tersebut akan terlaksana. Seberapa dekat dengan Allah akan memperbesar kemungkinan terkabulkannya.
Perbedaannya, kalau kita menyebut nama manusia, manusia yang kita sebutkan tidak mendengar dan bukan pula dia yang menolong. Namun kalau kita menyebut nama Allah, Allah Maha Mendengar dan berkenan menolong kita
Kita sangat ingin untuk taqarrub mendekatkan diri kepada-Nya.
Dari Abu Hurairah RA disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah bersabda, ‘Aku menuruti prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Kalau ia mengingat-Ku dalam hati, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Kalau ia mengingat-Ku di tengah kerumunan orang, Aku pun akan mengingatnya di tengah kerumunan yang lebih baik daripada mereka. Kalau ia mendekat diri kepada-Ku sejengkal, Aku pun mendekatkan diri kepadanya sehasta. Kalau ia mendekatkan diri pada-Ku sehasta. Aku pun akan mendekatkan diri padanya sedepa. Jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil”.
Waktu-waktu di keseharian kita, perbanyaklah dzikir kepada Allah.
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang duduk dalam suatu tempat, lalu di situ ia tak berdzikir kepada Allah, maka kelak ia akan mendapat kerugian dan penyesalan” (HR Abu Dawud).
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Berlaku zuhudlah di dunia, pasti dicintai Allah SWT dan berlaku zuhudlah terhadap milik orang lain, pasti dicintai oleh sesama manusia.”
Manakala sifat zuhud di kalangan muqarrabin (orang yang sentiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT) pula adalah dengan terus meninggalkan kenikmatan dunia; segala-galanya adalah tidak penting bagi mereka melainkan mendekati Allah SWT semata-mata.
Suatu saat terjadi dialog antara Rosulullah SAW dengan Hudzaifah Ra. Rosulullah bertanya kepada HUdzaifah, ” Ya Hudzaifah, bagaimana keadaanmu saat ini?”
Jawab Hudzaifah, ” Saat ini saya bener-bener beriman ya Rosulullah.” Rosulullah kemudian mengatakan, “ setiap kebenaran itu ada hakikatnya, maka apa hakikat keimananmu wahai Hudzaifah?”
Jawab Hudzaifah, ” Ada dua, Ya rosulullah.
Pertama saya sudah hilangkan unsur dunia dari kehidupan saya, sehingga bagi saya debu dan emas itu sama saja. Dalam pengertian, saya akan cari kenikmatan dunia, lantas andaikata saya dapatkan maka saya akan menikmatinya dan bersyukur pada Allah SWT.
Tapi kalau suatu saat kenikmatan dunia itu hilang dari tangan saya, maka saya tinggal bersabar sebab dunia bukanlah tujuan. Bila ia datang maka Alhamdulillah dan bila ia pergi maka Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.
Yang kedua Hudzaifah mengatakan, ” Setiap saya ingin melakukan sesuatu, saya bayangkan seakan-akan syurga dan neraka itu ada di depan saya. Lantas saya bayangkan bagaimana ahli syurga itu menikmati kenikmatan syurga, dan sebaliknya bagaimana pula ahli neraka itu merasakan azab neraka jahanam. Sehingga terdoronglah bagi saya untuk melakukan yang di perintahkan dan meninggalkan yang dilarang Nya.“
Kesimpulan,
Atas karunia Allah kita berupaya mendekatkan diri kepada Allah, Dengan kedekatan itulah kita terdorong untuk melakukan yang diperintah dan meninggalkan yang dilarangNya. Dengan ketaqwaan inilah membuat kita menjadi lebih mulia di sisi Allah.
Category:
��
00.42 | Posted in

Fathima binti Asad, istri Abu Thalib, dalam keadaan hamil tua datang ke Ka’bah untuk berdoa. Dia memohon agar dapat melahirkan bayinya dengan selamat.
Ketika dia sedang asyik berdoa dekat pintu Ka’bah, tiba-tiba dia terkejut melihat dinding Ka’bah retak dan terbuka lebar. Dinding itu terus terbuka dan semakin melebar sehingga Fathimah binti Asad pun tergerak memasuki Ka’bah melalui celah tersebut. Setelah dia berada di dalam Ka’bah, celah itu pun secara ajaib tertutup kembali sehingga kembali normal seperti semula dan Fathimah tertinggal di dalam Ka’bah.
Sebagian orang yang melihat kejadian tersebut segera menceritakan kepada orang lain apa yang dilihatnya. Orang-orang berdatangan setelah mendengar cerita mereka yang menyaksikan kejadian ajaib tersebut dan ingin melihat keajaiban tersebut. Mereka membawa kunci pintu Ka’bah dan berusaha membukanya. Anehnya lagi, pintu Ka’bah tidak jua dapat dibuka.
Nabi Muhammad Saw yang baru pulang dari sebuah perjalanan, melewati tempat kejadian, di mana banyak orang berkerumun di sekitar Ka’bah. Nabi Saw turun dari untanya dan menghampiri kerumunan orang. Beliau melihat beberapa orang berusaha membuka pintu Ka’bah tapi mengalami kegagalan. Nabi Saw meminta kunci tersebut dan mencoba membukanya. Dengan izin Allah, pintu pun dapat terbuka. Fathimah yang berada di dalam segera keluar dan membawa bayinya yang mungil yang baru saja dilahirkan.
Fathimah binti Asad menyodorkan bayinya ke Nabi, dan Nabi menggendong bayi kecil tersebut. Ketika berada di dalam gendongannya, sang bayi membuka matanya. Matanya yang jernih dan berkilat-kilat itu menatap wajah sang Nabi. Wajah Nabi Saw-lah yang pertama kali dilihatnya ketika pertama-tama dia membuka matanya. Dan bayi inilah yang kelak senantiasa membela Nabi Saw. Ibu sang bayi, Fathimah binti Asad, menamai bayinya Haydar (Singa), sementara Nabi Saw menamai bayi tersebut dengan nama ‘Ali (salah satu dari Asma al-Husna: Yang Maha Tinggi) 1]. Imam Ali bin Abi Thalib adalah satu-satunya orang yang pernah lahir di dalam Ka’bah. Di dalam syair-syairnya, Imam Ali sering menyebut dirinya dengan sebutan putra Ka’bah!
Laa hawla wa laa quwwata illa billah.
CatatanKaki:
Nama ‘Ali yang diberikan Rasulullah Saw ini merupakan fakta sejarah yang meruntuhkan hadis yang sering digunakan kaum Wahabi untuk mewajibkan seseorang menggunakan kata “’Abd” untuk digandengkan dengan nama-nama Allah, seperti Rahman menjadi Abdur Rahman. Jika benar hadis Wahabi itu maka sudah pastilah Nabi akan menggandengkan kata ‘Ali dengan Abdul-‘Ali, tetapi sampai Rasulullah Saw wafat, tidak kita jumpai satu riwayat pun bahwa beliau mengubah nama ‘Ali menjadi Abdul ‘Ali. Dari fakta sejarah ini, kita mendapat pelajaran agar selalu meneliti berbagai hadis yang kita terima, terutama dari kaum Wahabi. Sudah sedemikian banyak bukti kebodohan dan kecerobohan kaum Wahabi di dalam hal ini.
Category:
��
00.41 | Posted in

“…dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil” (Al-Qur’an, Surah Al-Maaidah )
“The hatred you’re carrying is a live coal in your heart – far more damaging to yourself than to them.”- “Kebencian yang Anda bawa, seumpama sebuah batu bara yang ada dalam hati Anda – yang jauh lebih merusak diri Anda sendiri ketimbang mereka (yang Anda benci)” ~ Lawana Blackwell
Suatu waktu seorang laki-laki dari Syam (Suriah) diupah Mu’awiyyah bin Abi Sufyan untuk mencaci-maki Keluarga Rasulullah saww. Di Madinah, lelaki ini berjumpa dengan Imam Hasan as (putera Imam Ali dan Fathimah & cucu Nabi Muhammad Saw) dan langsung saja ia mencerca dan mengutuk beliau. Imam Hasan tidak marah, bahkan ia menunggu sampai lelaki itu menyelesaikan “hajatnya”.
Setelah lelaki Syam ini selesai dan puas mengutuk beliau, Imam Hasan menyapanya sambil tersenyum :
“Anda pasti bukan orang sini. Apakah Anda tersesat? Jika Anda butuh pertolongan, mari saya tolong.
Jika Anda butuh sesuatu, akan saya beri.
Jika Anda butuh petunjuk ke suatu tempat, mari saya tunjukkan,
Jika Anda butuh orang untuk membawakan barang-barang Anda, mari saya bawakan.
Jika Anda lapar, mari bersama saya makan bersama.
Jika Anda butuh pakaian, nanti saya akan beri.
Jika Anda diusir dari kampung halaman Anda, mari saya carikan tempat tinggal.
Jika Anda punya keperluan-keperluan, mari saya penuhi semua kebutuhan Anda dan
Jika Anda berada dalam perjalanan, tinggallah bersama saya untuk menjadi tamu saya, nanti akan saya beri Anda bekal….”
Setelah mendengar tawaran Imam Hasan yang sangat simpatik itu, lelaki dari Syam itu menangis seraya berkata, “Saya bersaksi bahwa Tuan adalah khalifah Allah di muka bumi ini. Allah Mahatahu bahwa sebelum ini, tuan dan ayah tuan adalah orang yang paling saya benci dan sekarang tuan dan ayah tuan adalah orang yang paling saya cintai di antara seluruh manusia di dunia ini!” (*)
Imam Hasan as, cucu Rasulullah saww ini, tidak segera marah ketika ia dicerca dan dikutuk sedemikian rupa. Pertama-tama ia berkata, “Pasti Anda bukan orang sini!”. Dengan demikian Imam Hasan mengawali pandangannya terhadap lelaki Syam ini dengan prasangka baiknya, bahwa beliau meyakini si lelaki malang ini bukan penduduk Madinah sehingga ia tiada mengenal Imam Hasan yang sesungguhnya.
Provokasi Mu’awiyyah terhadap penduduk Syam telah membentuk pandangan kebencian terhadap Ahlul Bait Rasulullah, namun sikap santun dan simpatik dari Imam Hasan mengubah pola pikir dan pandangannya tentang Ahlul Bait.
Hal seperti ini pun terjadi pada kita semua. Kita sering mengecam dan mencela seseorang atau suatu kelompok yang hanya kita ketahui dari musuh-musuh mereka, bukan dari orang yang kita kecam itu sendiri.
Informasi yang terdistorsi telah merusak pandangan kita yang jernih. Ketelitian dan kejujuran kita untuk mengamati pandangan orang lain sangatlah diperlukan.
Rumi bersyair :
Siapa menabur benih duri di dunia ini,
Waspadalah! Jangan mencarinya
di kebun mawar! (**)
Asumsi-asumsi serta prasangka-prasangka yang tak beralasan mesti disingkirkan dari benak pikiran kita.
“Hatred is settled anger” – “Kebencian dimantapkan dengan kemarahan” ~ Marcus Tullius Cicero
Allahumma shallii ‘alaa Muhammad wa Aali Muhammad…Ya Allah taburkanlah senantiasa kepada kami berkah cintaMu, cinta MuhammadMu, dan Ahlul-bayt RasulMu…amiin..
Category:
��
00.34 | Posted in

Rasulullah saww bersabda, “Murah hati (al-Sakha’) adalah salah satu akhlaq Allah Yang Paling Agung (Al-A’zham)”
1.Karakter aktif dari cinta dapat dijelaskan lewat pernyataan bahwa cinta pertama-pertama adalah persoalan memberi dan bukan menerima.
2.Imam al-Shadiq as berkata, “Murah hati (al-Sakha’) itu adalah salah satu dari akhlaq para nabi dan murah hati itu merupakan tiang iman, tidaklah seseorang menjadi mu’min melainkan ia seorang yang murah hati (sakhyia), dan tidaklah seseorang menjadi murah hati melainkan ia telah memiliki keyakinan dan tekad yang menjulang. Karena sesungguhnya murah hati itu merupakan pancaran cahaya keyakinan (nur al-yaqin)”
3.Norma yang menyatakan bahwa “tangan diatas lebih mulia daripada tangan dibawah” bagi mereka mengandung arti bahwa lebih baik menderita kekurangan ketimbang menikmati kesenangan.
4.Dalam tindakan memberi, pribadi dengan karakter ini merasakan kekuatannya, kemakmurannya, kekuasaannya. Memberi adalah pengalaman akan potensi dan vitalitas manusia yang menghasilkan kegembiraan luar biasa.
Imam al-Shadiq mengaitkan sifat murah hati (sakha’) dengan iman, yang mana sifat ini menjadi kemestian bagi seorang mu’min.
Dalam tindakan memberi, manusia-manusia berkarakter produktif mengalami dirinya sebagai makhluk yang berkelimpahan, yang penuh berkah serta hidup, dan oleh karenanya mereka gembira. Memberi bagi manusia berkarakter produktif lebih menggembirakan ketimbang menerima. Bukan karena hal tersebut merupakan sebentuk kerugian, tetapi karena dalam tindakan memberi terdapat ungkapan akan kehidupan (aliveness).
5.Sementara dalam urusan material, memberi sama artinya dengan menjadi kaya. Orang kaya bukanlah orang yang memiliki lebih banyak, tetapi adalah mereka yang memberi lebih banyak. Para penimbun harta yang selalu ketakutan akan kehilangan hartanya layak disebut sebagai orang miskin dan melarat meski dia memiliki harta yang terhitung jumlahnya. Sementara pribadi yang sanggup memberikan dirinya kepada orang lain layak disebut sebagai orang kaya.
6.Memberi telah menjadi tindakan yang lebih memuaskan dan lebih menggembirakan ketimbang menerima. Mencintai juga telah menjadi sesuatu yang lebih penting ketimbang dicintai.
7.Dari karakteristik cinta yang hanya ingin memberi, cinta seakan juga ingin memberi sebuah kehidupan dan keabadian. Karena boleh dikatakan hakekat cinta adalah berusaha demi sesuatu dan membuat sesuatu itu tumbuh, hidup dan abadi.
Cinta dan usaha tidak dapat dipisahkan. Seseorang mencintai apa yang dia usahakan dan berusaha demi sesuatu yang dia cintai. Perhatian dan kepedulian memuat aspek lain dari cinta, yaitu tanggung-jawab (responsibility).
Saat ini, tanggung-jawab kerapkali dipakai untuk menyatakan sebuah tugas, sesuatu yang dibebankan kepada seseorang dari luar dirinya. Tetapi tanggung-jawab dalam arti yang sebenarnya adalah perbuatan yang benar-benar bersifat sukarela. Tanggung-jawab adalah respon atas kebutuhan-kebutuhan manusia, baik yang terungkapkan maupun yang tidak terungkapkan. Bertanggung-jawab berarti mampu dan siap untuk “merespon”.
8.Imam Ali as berkata, ”Murah hati (al-Sakha’) itu merupakan upaya cinta (al-mahabbah).”
9.Murah hati merupakan upaya persiapan batin untuk memperoleh cinta Ilahi.
PERHATIAN AKTIF
Di luar unsur memberi, karakter cinta yang aktif membuktikan bahwa cinta selalu memuat elemen-elemen dasar tertentu, yakni perhatian, tanggungjawab, penghargaan serta pemahaman.
Bukti bahwa cinta memuat perhatian (care) nampak jelas dalam cinta seorang ibu terhadap anaknya. Kita akan meragukan ketulusan cinta seorang ibu jika kita menyaksikan sang ibu kurang memberi perhatian terhadap bayinya, lalai dalam memberinya makan, memandikan atau memberikan kesenangan jasmani.
Sementara kita akan terkesan dengan cinta seorang ibu yang kita lihat memberi perhatian kepada anaknya. Hal ini juga berlaku dalam hal cinta kepada binatang piaraan atau bunga-bunga. Ketika kita melihat orang yang menyatakan bahwa dirinya mencintai bunga-bunga tetapi ia lupa menyiraminya, maka kita tidak akan mempercayai pernyataannya itu.
Cinta adalah perhatian aktif terhadap kehidupan serta perkembangan dari yang kita cintai-entah sesuatu atau seseorang. Cinta akan dianggap tidak ada jika tidak ada perhatian aktif ini.
10.Imam Ali as berkata, “Sifat (al-juud) dermawan itu merupakan tabiat yang mulia (al-karam)”
11.Sifat dermawan atau murah hati dibutuhkan cinta untuk memberikan apa yang dibutuhkan oleh yang dicintainya. Sang pencinta dengan sifat dermawannya itu akan rela mempersembahkan (bukan mengorbankan) kekayaannya, jiwa raganya, bahkan seluruh yang dimilikinya termasuk eksistensinya sendiri.
Di dalam karakter Dermawan mengandung empat sifat utama lainnya, al-Karam, al-Itsar, al-Nail, dan al-‘Afwu.
Al-Karam merupakan kecenderungan untuk mudah menginfakkan hartanya di jalan yang berhubungan dengan kemuliaan.
Al-Itsar, kebajikan jiwa yang dengan sifat ini seseorang menahan diri dari yang diingininya, demi memberikannya kepada orang lain yang menurutnya lebih berhak.
Al-Nail, kegembiraan ketika berbuat baik dan menyukai perbuatan itu.
Al-‘Afwu, mudah memaafkan orang lain yang langsung berkenaan dengan dirinya.
Penghulu para syuhada, Iman Husain as pun berkata, “Barangsiapa yang dermawan niscaya ia menjadi mulia (saada)”
12.Hadits-hadits di atas telah dibuktikan oleh sejarah orang-orang mulia itu sendiri. Kita tidak pernah melihat orang yang memiliki pribadi yang luhur dan mulia melainkan sifat dan tindakan-tindakan dermawan telah menghiasi hidup orang itu.
Para ulama sejati, para fuqaha unggul dan para mujahid ulung tidak ada yang tidak memiliki sifat ini. Kemuliaan dan kedermawanan seolah menjadi padanan kata dan sifat yang tidak mungkin bisa terpisahkan.
Dan para pencinta sejati tidak bisa tidak menyandang sifat ini karena salah satu karakter pencinta sejati adalah keinginan untuk memberi, memberi dan memberi, sebagai sebuah ungkapan cintanya yang universal.
Cinta yang luas tidak mendapatkan cukup tempat dalam dada orang yang kikir dan bakhil.
Cinta yang murni tidak memiliki tempat dalam dada orang-orang pendendam.
Cinta yang tulus tidak mampu bertahan dalam dada orang-orang yang tidak memiliki kepedulian pada orang lain.
Berbuat baik serta berderma itu tidak hanya berwujud bantuan materi, tetapi dapat juga dengan memberikan bantuan spiritual.
Bantuan spiritual, moral dan koreksi prilaku merupakan nilai yang lebih tinggi ketimbang berderma materi.
Rasulullah saww pernah bersabda kepada Imam Ali as, “Seandainya Allah memberikan petunjuk kepada manusia melalui dirimu, maka hal itu lebih baik dari semua yang ada di muka bumi (ini)”
Category:
��
00.30 | Posted in

Rasulullah saww berkata, ”Maukah kalian kuberitahu orang yang paling menyerupaiku (pribadinya)?” Mereka (para sahabat) berkata,”Tentu, wahai Rasulullah!” Beliau mengatakan,”Yaitu orang yang paling baik akhlaknya, yang paling ‘sejuk’ naungannya, yang paling berbakti kepada kerabat-kerabatnya, yang paling besar cintanya kepada saudara-saudaranya, yang paling sabar dalam menetapi kebenaran, yang paling pemaaf, dan yang paling kuat kesadaran dirinya di saat ridha maupun di saat marah” (Bihar al-Anwar 66 : 306)
Kemarahan barangkali merupakan emosi yang paling buruk yang perlu ditangani. Dari waktu ke waktu kita semua pernah mengalami perasaan yang kuat ini. Beberapa penyebab umum kemarahan termasuk frustrasi, sakit hati, kejengkelan, kekecewaan, pelecehan, dan ancaman. Hal ini membantu kita untuk menyadari bahwa kemarahan bisa menjadi teman atau bisa menjadi musuh, bergantung pada bagaimana kita mengekspresikannya. Mengetahui bagaimana cara untuk mengenal dan mengekspresikan kemarahan dengan tepat, dapat menolong kita untuk mencapai tujuan-tujuan, dan mengatasi kemunculan-kemunculannya, memecahkan problem-problem dan bahkan melindungi kesehatan kita.
Bagaimanapun, kegagalan untuk mengenal dan memahami kemarahan kita, menggiring kita ke berbagai problem.
Beberapa ahli (psikolog) percaya bahwa kemarahan yang ditekan merupakan penyebab yang mendasari kecemasan dan depresi. Kemarahan yang tidak terekspresikan dapat mengganggu hubungan, mempengaruhi pikiran, dan pola prilaku, juga berbagai problem-problem fisik, seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung, kepala pusing, gangguan kulit dan masalah-masalah lain yang saling terkait. Apa yang bahkan lebih buruk adalah hubungan antara berbahayanya kemarahan yang tak terkontrol dengan kejahatan, emosi dan penganiayaan fisik serta prilaku-prilaku kekerasan lainnya. Redford Williams, seorang ahli penyakit dalam (internist) dan spesialis tentang prilaku (behavioral specialist) di Duke University Medical Center, Amerika Serikat telah mengembangkan sebuah program 12-langkah yang dapat menolong orang untuk belajar mengatasi emosi-emosi amarahnya.
Williams menyarankan memantau pemikiran Anda yang cenderung sinis karena mempertahankan atau memelihara “sebongkah permusuhan”. Hal ini akan mengajarkan Anda tentang keseringan dan jenis-jenis situasi yang memprovokasi Anda. Carilah dukungan dari orang-orang penting dalam hidup Anda untuk mengatasi perasaan Anda dan mengubah pola prilaku Anda.
Dengan memelihara “sebongkah rasa permusuhan” Anda, Anda dapat menyadari kapan dan di mana Anda memiliki pemikiran-pemikiran yang agresif, sehingga ketika Anda menemukan diri Anda dalam situasi seperti ini, Anda dapat menggunakan teknik-teknik seperti :
1. Mengambil napas dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan-lahan
2. Berdzikir dengan menyebut nama-nama Allah Yang Indah
3. Menghentikan memikirkan hal yang membuat hati Anda menjadi panas. Hal ini dapat menolong Anda menghentikan siklus kemarahan Anda.
4. Letakkan diri Anda di dalam “sepatu” orang lain. Empati mungkin akan menambah perspektif yang berbeda.
5. Jagalah di dalam pikiran, bahwa kita semua adalah manusia, yang bisa melakukan kesalahan.
6. Pelajari bagaimana menertawai diri Anda sendiri dan menemukn humor dalam berbagai situasi.
7. Pelajari juga bagaimana cara menjadi relaks atau santai.
8. Walaupun mungkin Anda pernah mendengar bahwa mengekspresikan kemarahan itu lebih baik daripada memendamnya, namun ingatlah bahwa amarah yang sering dilampiaskan sering bertentangan dengan hasil yang diharapkan dan bisa membuat kita diasingkan oleh banyak orang.
9. Hal penting lainnya adalah bahwa Anda perlu mempraktikkan “percaya pada orang lain”. Adalah biasa jika kita lebih mudah marah ketimbang percaya, namun dengan mempelajari bagaimana mempercayai orang lain, Anda akan dapat mengurangi amarah Anda yang langsung kepada mereka.
10. Ketrampilan ‘mendengarkan dengan baik’ akan meningkatkan komunikasi dan dapat memfasilitasi rasa percaya di antara orang-orang. Kepercayaan ini dapat membantu Anda dalam mengatasi emosi-emosi permusuhan yang potensial; menguranginya bahkan mungkin mengenyahkannya.
11. Pelajari juga bagaimana Anda menegaskan diri Anda sendiri. Hal ini merupakan sebuah pilihan yang konstruktif. Ketika Anda menemukan diri Anda marah pada seseorang, coba jelaskan kepada mereka apa yang mengganggu Anda tentang prilaku mereka dan mengapa Anda mesti marah kepada mereka.
Anda membutuhkan kata-kata dan kerja yang lebih untuk menjadi tegas ketimbang harus memperlihatkan kemarahan Anda, namun ganjaran yang akan Anda peroleh menjadi seimbang. Andai kita menyadari semua ini, maka kita akan merasakan bahwa hidup ini terlalu singkat, jika kita hanya selalu marah pada segala hal.
12. Langkah terakhir memerlukan permintaan maaf kepada orang yang Anda telah marah kepadanya. Dengan membiarkan pergi kebencian dan melepaskan tujuan balas jasa atau ganti rugi, Anda akan merasakan bahwa beban berat berupa kemarahan telah terangkat dari pundak Anda.
Joan Lunden, pengasuh rubrik kesehatan majalah Healthy Living Magazine mengatakan “Holding on to anger, resentment and hurt only gives you tense muscles, a headache and a sore jaw from clenching your teeth. Forgiveness gives you back the laughter and the lightness in your life.” –
Tahanlah kemarahan (Anda), kekesalan dan rasa sakit hati Anda, yang membuat otot Anda tegang, sakit kepala dan rahang yang tegang karena gemeretak gigi Anda. Pemberian maaf mendatangkan kembali tawa dan pencerahan dalam hidup Anda.
Category:
��
01.46 | Posted in

SUDAH menjadi sifat dasar manusia, tidak pernah luput dari yang namanya salah. Namun banyak juga manusia yang masih sulit mengakui kesalahan apalagi meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat.
Sebagai orang tua yang bijak, kebiasaan sulit meminta maaf sebaiknya sedini mungkin harus segera diatasi pada si kecil. Dan bulan suci seperti ini, tentu menjadi momen yang tepat untuk menanamkan sifat-sifat teladan kepada anak.
Mengajarkan hal-hal positif pada si kecil sejak dini, diyakini akan membiasakan mereka untuk meminta maaf bila melakukan suatu kesalahan pada orang lain.
Berikut beberapa cara yang bisa Anda terapkan untuk mengajarkan anak untuk meminta maaf:
1. Berikan contoh langsung
Sebaiknya sebagai orang tua, biasakan sedini mungkin menggunakan kata maaf bila melakukan kesalahan, baik terhadap anak-anak atau orang lain. Kebiasaan yang diterapkan dan dilihat anak-anak ini diharapkan akan menumbuhkan sikap yang sama di diri mereka.
2. Tunjukkan dengan bahasa tubuh
Saat meminta maaf, lakukan kontak mata. Hal ini dilakukan agar anak bisa turut merasakan penyesalan Anda. Bahasa tubuh ini dipercaya efektif digunakan saat berkomunikasi dengan batita yang belum lancar berkomunikasi secara verbal. Permintaan maaf bisa dilakukan dengan memeluk dan menciumnya setelah meminta maaf. Namun ingatkan anak, pelukan dan ciuman permintaan maaf hanya boleh diberikan pada anggota keluarga terdekat, sedang orang lain cukup dengan salaman saja.
3. Gunakan lirik lagu
Anak-anak tentu menyukai film-film bertema Barney atau Teletubbies. Adegan gerak dan lagu dalam film tersebut biasanya berisi kalimat kasih sayang dan berpelukan sebagai permintaan maaf. Lakukan adegan tersebut, dan ia akan mengikuti setiap adegan dan gaya dalam lirik lagu tersebut.
4. Ajarkan nilai empati
Setelah anak melakukan kesalahan, dan berat berkata maaf, ajaklah dia berdiskusi tentang rasa empati. Misalnya, saat ia memukul temannya hingga terluka, tanyakan padanya "menurutmu, apa yang kamu rasakan jika temanmu memukulmu?" Tanyakan hal ini sesering mungkin saat anak melakukan kesalahan, agar ia tahu bahwa perbuatannya salah. Biarkan juga dia mencari jawaban atas pertanyaan Anda, hal ini untuk melatih empatinya.
5. Minta maaf bukan berarti kalah
Mengajarkan sikap berjiwa besar itu memang sulit. Tak hanya pada orang dewasa, lebih-lebih pada anak kecil. Namun sedini mungkin biasakan mereka dengan contoh yang baik, bahwa meminta maaf terlebih dulu tidak selalu berarti kalah. Tapi sebuah perbuatan untuk menghormati kepentingan dan perasaan orang lain.
6. Minta maaf = hubungan pertemanan kembali baik
Saat si anak mengalami masalah dengan temannya, dan dia bersedia meminta maaf, maka sampaikan kepadanya itu sebuah langkah yang baik. Selain masalahnya terselesaikan, hubungan pertemanan itu akan kembali membaik, tanpa rasa kesal maupun dendam.
7. Malas minta maaf = kehilangan teman
Bagi seorang anak, teman sangatlah berarti. Ajarkan pada anak untuk selalu menyayangi dan menghargai teman-temannya. Jika si anak malas meminta maaf saat melakukan kesalahan, katakan padanya teman-temannya pasti tidak akan mau main dan berteman dengannya lagi.
8. Berikan apresiasi
Setelah mengucap kata maaf, baiknya berikan anak sebuah apresiasi dalam bentuk pujian. Hal tersebut sebagai langkah yang menguatkan bahwa apa yang dilakukannya sudah benar dan perlu diteladani.
Category:
��